Jumat, 23 April 2010

KPK Buru Anggoro

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini terus memburu Direktur Utama PT Masaro Radikom, Anggoro Widjoyo.

Anggoro Widjoyo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan sejak 2 Juli 2009.

"Mengenai Anggoro kami masih terus mengejarnya," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto kepada wartawan di Gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (Selasa, 20/4).

Sedangkan untuk adik Anggoro, Anggodo Widjojo dalam kasus upaya penyuapan terhadap pimpinan KPK dan menghambat KPK dalam memeriksa Anggoro, saat ini sudah lengkap dan sudah diajukan ke Pangadilan Tindak Pidana Koruposi (Tipikor).

"Angodo sendiri sudah diajukan ke Pengadialan, sudah P-21 (lengkap)," imbuhnya.

Walaupun Bibit menambahkan, dirinya dan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, tidak ikut terlibat dalam menangani kasus tersebut.

Sementara itu, Anggodo kemarin telah memenangkan gugatan praperadilan atas penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Artinya, Bibit dan Chandra kembali menyandang status tersangka dalam kasus pemerasan terhadap Anggoro. (Sumber : rakyatmerdeka.co.id)

Benarkah Susno Duaji Tidak Terlibat

Jakarta - Susno Duaji, atau tepatnya Komisaris Jenderal Polisi Susno Duaji, hampir enam bulan terakhir menjadi tokoh yang paling banyak dibicarakan. Lewat langkah dan sejumlah pernyataannya yang kontroversial, Susno dalam sekejap men jadi buruan utama para wartawan. Padahal sebelumnya, tokoh ini nyaris tak ada yang memperhatikannya.

Maklum, Susno, sebelum menempati posisi penting di mabes polri, lebih banyak menghabiskan kariernya dengan menjadi polisi lalu lintas, dan menjabat kapolres di sejumlah daerah. Itu sebabnya, ketika Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri melantik Susno sebagai kabareskrim mabes polri 24 Oktober 2008 lalu, tak banyak yang tahu sosok ini, bahkan tak sedikit yang meragukan, ia akan mampu memimpin korps reserse, apalagi menjadi lokomotif pengusutan kasus-kasus besar, kasus-kasus korupsi, yang menjadi agenda utama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Padahal, catatan curriculum vitaenya cukup menakjubkan. Selain pernah menjadi kapolres di sejumlah daerah, latarbelakang pendidikan dan kursus di bidang hukum yang ia jalani, telah membuahkan sejumlah penghargaan. Susno sudah mengunjungi 90 negara, untuk belajar mengungkap kasus korupsi.

Berbekal kemampuan itu, tahun 2003, ia yang baru ditarik ke jakarta dan diberi tugas kepala pelaksana hukum di mabes polri, diminta mewakili institusinya membentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Lalu setahun setelahnya, dipercaya menjadi wakil ketua lembaga Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan-PPATK. Setelah itu, kariernya kembali di jalur polri, dengan menjadi kapolda Jawa Barat dan akhirnya menduduki jabatan strategis di mabes polri, sebagai  kabareskrim.

Semasa menjabat kabarskrim inilah, Susno Duadji membuat pilihan dalam ujung kariernya sebagai perwira polisi. Bermula ketika ia disebut-sebut menerima dana Rp 10 miliar atas jasanya membantu pencairan dana nasabah kakap Budi Sampurna. Dan saat KPK gencar mengendus dugaan korupsi dalam kasus itu, Susno muncul dengan mengeluarkan istilah cicak dan buaya, istilah yang kemudian menuai kecaman dan berujung ia kehilangan jabatan sebagai kabarskrim mabes polri.


Jabatan Susno sebagai kabareskrimpun akhirnya dicopot dan digantikan Komjen Ito Sumardi, teman seangkatannya tahun 77 di akademi kepolisian. Kehilangan jabatan, tak membuat Susno tenggelam. Pansus Bank Century DPR kemudian memanggil Susno, untuk dimintai keterangan.

7 Januari 2010, Susno kembali membuat berita. Secara mengejutkan ia hadir di persidangan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain, dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, lengkap dengan pakaian dan taribut polisi.

Mabes polri langsung bereaksi. Kehadiran Susno di sidang itu, tanpa seizin kapolri. Susnopun disorot karena sejak tidak lagi menjabat kabareskrim, tak pernah lagi masuk bekerja. susno pun diperiksa propam mabes polri.

Tapi Susno sudah tak bisa dibendung. Seperti tak gentar dengan reaksi korpsnya, Susno kembali bermanuver, bahkan dalam skala yang lebih besar. Pertengahan Maret lalu, ia mengungkap bahwa ada makelar kasus di lingkungan mabes polri, dan melibatkan tiga jenderal dalam pengusutan mafia kasus dan money laundering, yang melibatkan pegawai dirjen pajak Gayus Tambunan.

Pernyataan terbaru susno ini, kontan membuat banyak pihak meradang. Mabes polri, lewat juru bicaranya, Kadiv Humas Irjen Polisi Edward Aritonang, langsung mengumumkan akan mengambil langkah hukum. Reaksi sama ditunjukkan Brigjen Polisi Edmon Elyas dan brigjen Polisi Raja Erisman, dua dari tiga nama yang disebut Susno.

Tapi bola panas yang dilempar Susno, setidaknya telah membuka mata semua pihak, akan kinerja kepolisian dan aparat penegak hukum lain di negeri ini. Karena buntut pernyataan Susno, sejumlah polisi, jaksa sampai hakim yang terlibat dalam persidangan Gayus Tambunanj, langsung diperiksa institusi masing-masing. Edmond, bahkan dicopot sebagai kapolda Lampung, bersama beberapa perwira lainnya.

Ketua Komisi Kepolisian Nasional Joko Suyanto, juga langsung merespon situasi. Terkait adanya makelar kasus sebagaimana diungkap Susno, komisi kepolisian nasional, menurut Joko, telah mengajukan tiga rekomendasi kepada kapolri, ditembuskan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tapi tak urung susno kembali menjalani pemeriksaan propam mabes polri, yang sejak awal menyorot banyaknya dugaan pelanggaran yang dilakukannya. Insert gambar RDP Susno dengan komisi III DPR. Tapi Susno tak terlihat gentar. Kembali, mengatasnamakan pribadi, ia memenuhi undangan rapat dengar pendapat dengan komisi III DPR. Di sini, ia bahkan melempar bola yang lebih panas, dengan menyebut ada mister x yang dekat dengan seorang perwira tinggi polri berinisial MP, melakukan praktek makelar kasus.

Mister x, yang belakangan mengarah ke mantan diplomat syahril Johan, menurut susno telah lama menjalankan praktik itu, dan mengenal banyak petinggi polri. Susno, telah mengambil pilihan di ujung karier kepolisiannya, dengan mengungkap sejumlah kebobrokan di internal korpsnya, juga jaringan makelar kasus di negeri ini. Di hadapan anggota komisi hukum DPR, Susno menyatakan siap menanggung semua resiko, atas pilihannya ini. Itu pula yang ia terima, ketika 12 April pekan lalu ia menjalani penangkapan oleh personel korpsnya sendiri, saat akan berangkat ke Singapura, dan menjalani pemeriksaan lagi di propam mabes polri.

Sejumlah masalah yang dituduhkan, menghadang langkah Susno. Dari pelanggaran disiplin, hingga tuduhan pencemaran nama baik. Tapi, tak urung, ada juga yang memandang sinis dengan semua tindakan yang dilakukannya. Susno, dianggap sedang menjalankan agenda tersembunyi, yakni sedang meniti jalan, mengincar jabatan kapolri pada Oktober mendatang, saat kapolri yang sekarang, jenderal Bambang Hendarso Danuri, memasuki usia pensiun. Maklum, untuk mencapai itu, Susno harus berhadapan dengan para pesaing, yang namanya tak kalah mencorong.

Dari angkatan 76, ada nama komjen polisi Gories Mere, Kepala Badan Narkotika Nasional. Dari angkatan Susno sendiri, angkatan 77, ada nama Komjen Polisi Ito Sumardi, kabareskrim sekarang. Sedang di angkatan 78, terdapat beberapa nama yang juga harus diperhitungkan. Sebut saja Komjen Nanan Soekarna, Inspektur Pengawasan Umum Mabes Polri, Irjen Oegroseno, Kadiv Propam mabes polri. Dan Irjen Timur Pradopo, kapolda Jawa Barat. Dan jangan pula diabaikan, peluang dari angkatan lain, seperti Irjen Imam Soedjarwo yang kini mejabat kepala korps brimob.
                                                     
Persaingan menuju polri satu diramal bakal ramai, dan Susno, memang harus cerdik memasuki pusar persaingan itu. Maklum, jika memperhitungkan senioritas angkatan dan usia pensiun, hanya Susno dan Nanan yang dianggap paling berpeluang, karena dari kandidat berpangkat komjen lainya, sudah memasuki masa pensiun pada tahun 2011. Saling sodok dan saling sikut memang lumrah terjadi dalam sebuah perhelatan menuju jabatan tertinggi. Di organisasi apapun. Dan situasinya diramal bakal makin panas, menjelang dewan kepangkatan dan jabatan tinggi atau wanjakti polri, mulai menggodok nama untuk diusulkan kepada presiden.  Kita lihat saja kebenaran analisa ini, di waktu yang datang. (sumber : indosiar.com)

Advertisement

Advertisement

Free Website Hosting